Ada satu kisah yang saya paling ingat ketika membaca buku pengembangan diri: Seseorang mengalami kecelakaan kecil di jalan raya, kendaraannya secara tidak sengaja tersenggol oleh pengendara lain. Dia merasa sangat marah dan ingin memukul orang yang menyenggol kendaraannya. Namun, ketika dia melihat orang itu keluar dari kendaraan dengan senyum dan permintaan maaf yang tulus disertai perhatian, emosinya luruh dan dia tidak jadi marah.
Saya pikir, kisah itu adalah tentang kekuatan dari senyuman. Tapi ternyata setelah saya renungkan, cerita ini sebenarnya adalah tentang pengendalian emosi. Kisah ini diceritakan dari sudut pandang seseorang yang marah dan berniat melakukan kekerasan. Bukan dari sudut pandang orang yang tersenyum, jadi ini bukan kisah tentang kekuatan senyuman.
Walaupun begitu, sebuah senyum yang tulus memang memiliki kekuatan. Tapi akan saya tulis dalam postingan saya yang lain saja. Hahaha!
Kembali kepada cerita saya, emosi pada seseorang bisa menutup pikiran rasional dan membuat orang melakukan hal-hal yang bisa menimbulkan konsekuensi negatif. Misalnya seperti kasus orang yang marah sampai melakukan kekerasan, melukai orang lain, bahkan banyak pembunuhan bermotifkan emosi. Kecuali pada orang-orang psikopat dan kelainan jiwa lainnya. Banyak kejahatan terjadi karena latar belakang emosi seperti marah, walaupun bisa juga emosi seperti rakus yang mendorong pencurian serta korupsi, kecemburuan yang mendorong orang untuk menyakiti pasangannya, Dan berbagai emosi negatif lainnya. Emosi juga bisa menghambat produktivitas dengan melemahkan motivasi, seperti pada kasus orang yang depresi, sedih, takut atau sekedar malas.
Jika saja banyak orang bisa mengendalikan emosinya, maka masyarakat yang adil makmur sejahtera bisa terwujud. Sayangnya, banyak dari kita yang ketika sedang emosi malah tak terkendali dan termotivasi untuk melakukan hal-hal yang kurang baik.
Baca entri selengkapnya »
Menyukai ini:
Suka Memuat...